BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahan pustaka merupakan salah satu unsur penting dalam
sebuah sistem perpustakaan, selain ruangan, gedung, peralatan, tenaga dan
anggaran. Unsur-unsur tesebut satu sama lain saling mendukung untuk
terselenggaranya layanan perpustakaan yang baik.
Namun sampai sampai saat ini
menurut fakta yang ada, bahan pustaka yang merupakan unsur penting perpustakaan
kurang diperhatikan, banyak di berbagai perpustakaan yang ada saat ini bahan
pustaka yang ada tidak terawat dan rusak, ironisnya banyak terdapat kasus
daftar pustaka yang hilang dan pelestariannya juga kurang dikembangkan. Pelestarian bahan pustaka tidak hanya
menyangkut pelestarian dalam bidang fisik, tetapi juga pelestarian dalam bidang
informasi yang terkandung di dalamnya. Maksud pelestarian ialah mengusahakan
agar bahan pustaka yang kita kerjakan tidak cepat mengalami kerusakan. Bahan
pustaka yang mahal, diusahakan agar awet, bisa dipakai lebih lama dan bisa
menjangkau lebih banyak pembaca perpustakaan.
Tujuan pelestarian bahan pustaka dapat disimpulkan
sebagai berikut, menyelamatkan nilai informasi dokumen, menyelamatkan fisik
dokumen, mengatasi kendala kekurangan ruang, mempercepat perolehan informasi.
Berbagai unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pelestarian bahan pustaka
adalah manajemen, tenaga yang merawat bahan pustaka, laboratorium, dan dana.
B. Rumusan Masalah
1. Sejarah bahan pustaka?
2. Apa macam-macam perusak bahan pustaka?
3. Bagaimana cara mencegah kerusakan bahan pustaka?
4. Bagaimana cara perawatan bahan pustaka?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Bahan Pustaka
Bahan pustaka terdiri atas berbagai jenis dan bermacam
sifat yang dimilikinya. Dari sejarahnya, manusia menggunakan berbagai medium
untuk merekam hasil karya mereka. Bahan yang dipergunakan sesuai dengan
pengetahuan manusia serta teknologi pada zamannya.
Bahan yang dikenal sebagai medium perekam hasil budaya
manusia adalah:
(1) tanah liat,
(11) pergamen (parchmental) dan vellum,
(2) papyrus, (12) leather (kulit),
(3) kulit kayu, (13) kertas,
(4) daun tal atau lontar, (14) papan,
(5) kayu, (15) film,
(6) gading, (16) pita magnetik
(7) tulang, (17) disket,
(8) batu, (18) video disk dan lain-lain
(9) logam (metal),
(10) kulit binatang,. Semua bahan di atas bisa
digolongkan sebagai bahan pustaka.
Pustakaan dewasa ini terbuat dari kertas. Sedangkan di
masa mendatang mungkin isi sebuah perpustakaan berupa kumpulan disket, karena
teknologi komputer terus berkembang pesat. Kertas bisa dibuat dari berbagai
serat yaitu: serat binatang,serat bahan mineral, serat sintetis, serat keramik,
serat tumbuh-tumbuhan. Kekuatan kertas tergantung dari kekuatan serat sebagai
bahan dasarnya.
Bahan pustaka yang lain ialah bahan non-buku yang juga
disebut bahan audiovisual, media teknologi, alat peraga dan sebagainya. Materi
bahan non-buku begitu bervariasi. Karena itu dalam memelihara bahan non-buku
diperlukan berbagai keahlian dan keterampilan khusus. Kita harus memahami apa
yang disebut dengan hardware atau perangkat keras dan software atau perangkat
lunak. Harus kita fahami cara meng-operasikan peralatan, cara memperbaiki kalau
ada kerusakan, dan bisa memeliharanya sehingga bahan-bahan tersebut awet dan
lestari.
B. Macam-Macam Perusak Bahan Pustaka
Selain manusia dan hewan, debu, jamur, zat kimia dan
alam semesta juga bisa merusak bahan pustaka. Agar bahan pustaka tidak lekas
rusak, setiap pustakawan harus mengetahui cara-cara merawat bahan pustaka.
Karena itu, setiap pustakawan hendaknya mengetahui cara menyusun kembali dan
mengangkut buku untuk dikembalikan ke rak, cara mengontrol buku yang
dikembalikan oleh pembaca apakah pembaca merusakkan buku atau tidak. Mencegah
masuknya binatang mengerat dan serangga ke perpustakaan juga merupakan hal penting
yang harus diketahui seorang pustakawan. Begitu pula cara menghindari debu
masuk ke perpustakawan cara, mengontrol suhu dan kelembaban ruangan.
Kerusakan bahan pustaka secara garis besar dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
v Faktor biologi, misal serangga, binatang, pengerat,
jamur.
v Faktor fisika, misal cahaya, udara/debu, suhu,
kelembaban.
v Faktor kimia, misalnya zat-zat kimia, keasaman,
oksidasi.
v Faktor-faktor lain, misal bencana alam, api, man
C. Cara Mencegah Kerusakan Bahan Pustaka
Setiap
pustakawan harus dapat mencegah terjadinya kerusakan bahan pustaka. Kerusakan
itu dapat dicegah jika kita mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebabnya.
Faktor-faktor
penyebab kerusakan bahan pustaka bermacam-macam bisa oleh manusia, oleh tikus,
oleh serangga, dan lain-lain. Penggunaan sistem pengumpanan, peracunan buku,
penuangan larutan racun ke dalam lubang rayap, memberikan lapisan plastik pada
lantai dan menempatkan kapur barus di rak dan akar “loro setu” di antara
buku-buku agar serangga segan menghampirinya, ini merupakan cara untuk dapat
mencegah kerusakan bahan pustaka. Yang paling baik ialah menyediakan ruangan
khusus untuk perbaikan bahan pustaka dengan petugasnya sekaligus, sehingga
kalau diperlukan perbaikan bahan pustaka, dapat dikerjakan dengan cepat. Jangan
menunggu kerusakan menjadi lebih berat. Tentu saja pencegahan yang berhasil
akan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi perpustakaan.Cara mencegah
kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh jamur,oleh banjir,oleh api, dan
oleh debu. Dalam mencegah kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh jamur
disarankan agar kelembaban udara ruangan harus dijaga tidak lebih dari 60% RH.
Kapur sirih,
arang, silicagel atau mesin penyerap uap air yang bernama dehumidifier dapat digunakan untuk menyerap uap air. Pemeriksaan
kelembaban udara ruangan dan pembubuhan obat anti jamur pada buku merupakan
salah satu cara mencegah kerusakan bahan pustaka.
Pencegahan
kerusakan bahan pustaka karena banjir dapat dilakukan dengan cara membersihkan
lumpur dan pengeringan bahan pustaka. Hendaknya bahaya banjir bisa
diantisipasi. Kerusakan oleh api dapat dicegah dengan menghindari kebakaran di
antaranya dengan memeriksa kondisi kabel listrik secara rutin, penyediaan alat
pemadam kebakaran, serta adanya aturan yang ketat misalnya dilarang merokok.
Cepatlah
bertindak, jagalah selalu kebersihan dan kerapihan sehingga mengundang pembaca
untuk memakai perpustakaan dengan baik, dan bagi pustakawan sendiri akan
semakin senang bekerja dengan baik.
D. Cara Memperbaiki Bahan Pustaka yang
rusak
Sebagai
pustakawan harus dapat memperbaiki dokumen yang rusak, baik itu kerusakan kecil
maupun kerusakan berat. Perpustakaan sebaiknya memiliki ruangan khusus untuk
melakukan pekerjaan ini.
Cara-cara untuk
memperbaiki bahan pustaka yang rusak yaitu dengan, antara lain:
v Menambal kertas
v Memutihkan kertas
v Mengganti halaman yang robek
v Mengencangkan benang jilidan yang kendur
v Memperbaiki punggung buku, engsel atau sampul yang
rusak
Menambal buku
berlubang oleh larva kutu buku atau sebab lainnya, menyambung kertas yang
robek, atau menambal halaman buku yang koyak adalah pekerjaan yang mesti dapat
dikerjakan. Mengganti sampul buku yang rusak total, menjilid kembali, atau
mengencangkan penjilidan yang kendur adalah pekerjaan yang harus dikuasai oleh
seorang restaurator. Berbagai macam kerusakan yang lain yang mungkin terjadi,
tidak boleh ditolak oleh bagian pelestarian ini. Peralatan yang diperlukan,
serta bahan dan cara mengerjakan perbaikan ini harus dipelajari benar-benar
oleh seorang pustakawan atau teknisi bagian pelestarian.
Agar bahan pustaka dapat terus digunakan maka perlu
diadakannya pelestarian bahan pustaka oleh seorang pustakawan. Pelestarian
tersebut dimaksudkan agar bahan pustaka dapat terus diganakan dan selalu
bermanfaat oleh para pembaca. Contoh-contoh pelestarian yang dapat dilakukan,
antara lain:
1. Fumigasi
Fumigasi ialah salah satu cara melestarikan bahan
pustaka dengan cara mengasapi bahan pustaka agar jamur tidak tumbuh, binatang
mati, dan perusak bahan pustaka lainnya terbunuh. Kata fumigasi berasal dari
kata Latin fumigare yang berarti pengasapan. Fumigasi
dilaksanakan dengan dengan pembakaran atau penguapan zat kimia yang mengandung
racun. Uap atau asap zat kimia tersebut dapat membunuh serangga, jamur, atau
kuman-kuman yang menyerang buku. Dokumen menjadi steril dengan menggunakan
bahan-bahan kimia (fumigant). Dengan demikian kerusakan bahan pustaka
lebih janjut dapat dicegah atau dihindari. Kuman, jamur, dan serangga perusak
bahan pustaka lain, terbunuh. Bau busuk yang timbul dari bahan pustaka yang
rusak akan hilang karena steril. Begitu pula bibit penyakit yang mungkin timbul
karena berbagai perusak bahan pustaka bisa dimusnahkan.
2. Menghilangkan Keasaman pada Kertas
(Deasidifikasi)
Deasidifikasi (deacidification), adalah
kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan cara menghentikan proses keasaman
yang terdapat pada kertas.
Dalam proses pembuatan kertas, ada campuran zat kimia
yang apabila zat tersebut terkena udara luar, membuat kertas menjadi asam.
Proses ini berlangsung terus walau kertas sudah menjadi bentuk buku atau yang
lain. Dengan persenyawaan udara dari luar, apalagi dengan udara yang kotor oleh
debu, gas, kenalpot mobil, atau limbah industri, asam tersebut dapat merusak
kertas. Usaha menghentikan proses tersebut dinamakan deasidifikasi (deacidification).
Sebelum dilakukan pekerjaan tersebut, perlu diadakan
uji kesamaan terhadap kertas dengan menggunakan pH meter, kertas pH atau spidol
pH yang dapat kita beli di apotek atau took kimia. pH meter 7020 adalah alat
pengukur keasaman kertas yang menggunakan bejana yang berisi cairan. Kertas
yang akan diukur tingkat asamnya diremas, dan dimasukkan ke dalam tempat yang
telah disediakan yaitu sebuah tabung yang diisi dengan cairan yang dapat
menentukan tingkat keasaman kertas. Jarum penunjuk menyatakan angka 7 atau di
atas angka 7. Kertas yang baik memiliki pH 7, sedangkan kertas yang asam
memiliki pH kurang dari angka 7. Jika kertas tidak asam, jarum akan bergeser ke
kanan, yang menunjukkan angka 7, 8 sampai dengan 14.
Kertas yang akan diukur keasamannya harus bersih,
bukan yang sudah tertulis dengan tinta, sebab tinta bisa meningkatkan keasaman.
Jadi hasilnya menjadi bias jika menggunakan kertas yang sudah ditulisi atau
sudah kotor. pH meter ini baik digunakan untuk mengetes kertas bukan buku.
Sebab kalau sudah menjadi buku tentu saying kalau harus diremas dan direndam ke
dalam cairan.
Untuk mengukur tingkat keasaman kertas pada buku dapat
digunakan pH yang merupakan kertas yang ujungnya ditempeli bahan yang peka
terhadap keasaman dari berbagai tingkatan. Dengan demikian, kita bisa
menyamakan warna kertas pH tersebut, sesuai dengan angka yang tertulis disana.
Caranya ialah dengan membasahi bagian buku yang bersih dengan setetes air
bersih. Tentu diusahakan air tersebut tidak akan merusak bagian buku yang lain.
Kertas pH tersebut kita masukkan ke dalam air yang kita teteskan di kertas atau
buku tadi. Tunggu kira-kira dua menit. Kita akan melihat perubahan warna pada
kertas pH tersebut. Dengan cara menyesuaikan warna dengan angka yang ada pada
kertas pH tersebut, kita dapat mengetahui tingkat keasaman pada kertas buku.
Setelah selesai pengukuran, kita harus bersihkan tetesan air tadi dengan lap
kering halus, agar buku tidak rusak.
3. Laminasi
Laminasi artinya melapisi bahan pustaka dengan kertas khusus,
agar bahan pustaka menjadi lebih awet. Proses keasaman yang terjadi pada kertas
atau bahan pustaka dapat dihentikan oleh pelapis bahan pustaka yang terdiri
dari film oplas, kertas
cromtom, atau kertas pelapis lainnya. Pelapis bahan pustaka ini menahan
polusi atau debu yang menempel di bahan pustaka sehingga tidak beroksidasi
dengan polutan. Proses laminasi biasanya digunakan untuk kertas-kertas yang
sudah tidak dapat diperbaiki dengan cara lain misalnya seperti menambal,
menjilid, menyambung dan sebagainya. Biasanya kertas atau bahan pustaka yang
dilaminasi adalah yang sudah tua dan berwarna kuning cokelat.
Setelah kita tetapkan bahwa sebuah bahan pustaka perlu
diawetkan karena memiliki nilai sejarah atau nilai budaya yang lain, maka bahan
pustaka tersebut kita laminasi. Dokumen yang telah dihilangkan atau dikurangi
tingkat keasamannya di atas, kita awetkan dengan cara laminasi.
Ada dua cara laminasi, yaitu dengan mesin dan secara
manual.
1. Laminasi Mesin
Laminasi dengan mesin juga dibagi menjadi dua, yaitu :
cara dingin, dan cara panas.
a. Laminasi Mesin dengan cara dingin
Laminasi mesin dengan cara dingin ialah melapisi kedua
sisi kertas dengan bahan yang disebut film
oplas. Film ini diimpor dari Jerman.Film oplas ini mengandung lem, dan dapat dibuka
kembali dengan cara membasahinya dengan air.
Dua buah rol film
oplas kita pasang pada sebuah
mesin penggerak, di atas dan di bawah bahan pustaka. Petugas laminasi
memasukkan kertas yang akan dilaminasi di antara kedua film oplas tersebut seperti kalau kita memasukkan
kertas yang akan dikirim melalui facsimile, atau mesin pembuat transparansi
film untuk OHP. Dua rolfolm oplas itu
bertemu dengan permukaan kertas yang akan dilaminasi. Seolah kedua film
tersebut menelan bahan pustaka penting tadi dan memuntahkannya di bagian belakang
mesin yang bergandengan antara satu bahan pustaka dengan lainnya. Kemudian
dipotong satu per satu dan dijilid atau disusun menurut nomor berurutan sesuai
dengan susunan aslinya.
Sebagai petugas harus rajin membersihkan dan
memelihara mesin, serta memahami betul cara bekerjanya. Teknik memasukkan bahan
pustaka di antara dua film
oplas harus diperhatikan agar
tidak terjadi adanya gelembung udara antara bahan pustaka dan pelapis.
Mengingat harganya yang mahal, harus dipertimbangkan masak-masak apakah bahan
pustaka laik untuk dilaminasi. Kalau tak mungkin memiliki sendiri alat
laminasi itu, perpustakaan dapat mengadakan kerja sama. Atau diserahkan kepada
perusahaan komersial.
Di Indonesia yang memiliki peralatan ini adalah Arsip
Nasional Republik Indonesia, Jl. Ampera Raya No. 12 Jakarta Selatan.
b. Laminasi mesin dengan cara panas
Laminasi dengan cara
panas menggunakan kertas cromton untuk melapisi kedua sisi bahan
pustaka. Kertas dipanaskan antara 70-90°C, agar kertas cromton tersebut dapat menempel pada bahan
pustaka. Cara kerjanya juga sama seperti cara dingin, hanya kalau pelapisnya
mau dilepaskan dari bahan pustaka, kita bisa menggunakan acean, dan bahan pustaka aslinya bisa kita
dapatkan kembali.
Dalam melaminiasi bahan pustaka kita tidak boleh
sembarangan, harus dipikirkan bagaimana caranya agar bahan pustaka tidak
menjadi rusak oleh bahan pelapis. Pada laminasi “paten” kertas pelapis tidak bisa dibuang
tanpa meninggalkan bekas-bekas kerusakan pada bahan pustaka.
2. Laminasi dengan Manual
Cara ini dikerjakan dengan menggunakan kertas laminasi
yang kita impor khusus dari luar negeri. Bahan ini belum diproduksi di
Indonesia.
Cara penggunaannya kita letakkan kertas laminasi di
meja yang diberikan alas. Kemudian bahan pustaka ditempatkan di atasnya,
sesudah itu diletakkan kertas laminasi lagi. Jadi seperti membuatsandwich. Kemudian oleskan aceton yang
bersedia di cawan, dengan kuas. Hati-hati jangan sampai ada gelembung udara di
antara kertas pelapis dan bahan pustaka. Jangan terlalu menekan kertas, sebab
bisa merobek kertas laminasi dan bahan-bahan pustakanya. Kemudian dikeringkan.
Setelah kering maka pinggirnya digunting dengan rapi. Dokumen akan menjadi
lebih awet dan udara luar tidak akan mengganggu zat kimia yang terdapat pada
kertas, sehingga proses keasaman terhenti.
Biaya untuk laminasi cukup mahal. Satu halaman folio
bisa mencapai Rp. 1.000,00 karena itu kalau memang tidak sangat penting, tidak
perlu diadakan laminasi, tetapi cukup dengan cara encapsulasi yang bisa menggunakan plastik biasa
dan double sided tape. Bahan yang baik ialah plastik estralon.
4. ENKAPSULASI
Enkapsulasi adalah salah satu cara melindungi kertas dari
kerusakan yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena umur , pengaruh asam,
karena dimakan serangga, kesalahan penyimpanan, dan sebagainya.
Pada umumnya kertas yang akan dienkapsulasi berupa
kertas lembaran seperti naskah kuno, peta, poster, dan sebagainya yang umumnya
sudah rapuh. Pada enkapsulasi setiap lembar kertas diapit dengan
cara menempatkannya di antara dua lembar plastic yang transparan. Jadi
tulisannya tetap dapat dibaca dari luar. Pinggiran plastic tersebut, ditempeli
lem dari double sided tape tadi, sehingga bahan pustaka
tidak terlepas.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari sejarahnya, manusia menggunakan berbagai medium
untuk merekam hasil karya mereka. Bahan yang dipergunakan sesuai dengan
pengetahuan manusia serta teknologi pada zamannya.
Faktor-faktor penyebab kerusakan bahan pustaka
bermacam-macam bisa oleh manusia, oleh tikus, oleh serangga, dan lain-lain.
Penggunaan sistem pengumpanan, peracunan buku, penuangan larutan racun ke dalam
lubang rayap, memberikan lapisan plastik pada lantai dan menempatkan kapur
barus di rak merupakan cara untuk dapat mencegah kerusakan bahan pustaka.
Menambah buku berlubang oleh larva kutu buku atau
sebab lainnya, menyambung kertas yang robek, atau menambal halaman buku yang
koyak adalah pekerjaan yang mesti dapat dikerjakan. Mengganti sampul buku yang
rusak total, menjilid kembali, atau mengencangkan penjilidan yang kendur adalah
pekerjaan yang harus dikuasai oleh seorang restaurator. Berbagai macam
kerusakan yang lain yang mungkin terjadi, tidak boleh ditolak oleh bagian
pelestarian ini. Peralatan yang diperlukan, serta bahan dan cara mengerjakan
perbaikan ini harus dipelajari benar-benar oleh seorang pustakawan atau teknisi
bagian pelestarian.
Tags:
Makalah,
perpustakaan